Senin, 21 Oktober 2019

Mengenal Gen Z

Mengenal GEN Z


Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat ternyata berdampak luar biasa dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Kecerdasan dan kecanggihan yang telah dicapai manusia membawa era baru berbasis otomatisasi dan komputerisasi, yang biasa kita kenal dengan revolusi  industri 4.0 . Munculnya fenomena Big Data, Internet of Things, Artificial Intelligence, Virtual Reality, 3D Printing bahkan masih banyak lagi, menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia jaman sekarang.

Generasi yang lahir era tahun 1980-an seringkali disebut sebagai generasi jaman old. Namun bagi anak-anak yang terlahir di tahun 1998 hingga 2012, mereka terlahir dengan sebutan Gen Z. Menurut Don Tapscot, generasi  Z ini sedang mendominasi bangku sekolah mulai kelas 3 SD hingga tahun akhir perguruan tinggi.

Dalam buku Generasi Z karya David Stillman dan Jonah Stillman (2018), ada beberapa karakteristik Gen Z yang perlu kita kenali dan pahami, yaitu :

Figital 
Bagi anak-anak Generasi Z,  jarak antara yang fisik dan yang digital semakin tipis (=figital). Bagi Gen Z, dunia  maya (virtual) merupakan bagian dari realitas. Dunia adalah perpaduan antara  yang fisik dan digital, keduanya tak ada bedanya. 

Pembelajaran yang hanya menyampaikan informasi akan membuat generasi Z merasa jenuh. Mereka percaya bahwa apa yang disampaikan guru  dapat diperoleh di internet, bahkan lebih banyak, lebih lengkap. Tidak hanya  dapat diakses dalam format teks, tetapi juga gambar dan video klip. 

DIY – Do It Yourself
Ketika Gen Z mengerjakan tugas dari guru, meneliti, atau mencari bahan, atau sekedar menjalankan hobby, mereka akan mengakses Google atau YouTube . Jika bukan Google, mereka akan mengajukan pertanyaan kepada jejaring pribadi mereka dan biasanya dalam beberapa menit mendapat sejumlah jawaban. Masalahnya, kredibilitas informasi yang diakses tidak selalu sejalan. Namun, inilah yang sedang terjadi. Bahkan seorang atlet juara dunia lempar lembing Julius Yego dari Kenya –  tidak hanya belajar sendiri, tapi menjadikan video youtube sebagai satu-satunya pelatih – telah menaikkan standar di balik makna melakukan sesuatu sendiri. Kekuatan teknologi.

Hiper-Kustomisasi
Gen Z sangat menyukai hal-hal yang terpersonalisasi. Mereka berusaha menyesuaikan banyak hal sesuai dengan kebutuhan, bahkan seleranya sendiri. Fokus Gen Z adalah belajar menemukan, menafsirkan, dan memanfaatkan informasi berdasarkan kebutuhan mereka. 

Resikonya mereka menganggap bahwa mereka selalu benar. Bahkan lebih buruk lagi, mereka akan berpikir tidak ada sudut pandang lain yang perlu dipertimbangkan.

Realistis
Gen Z adalah generasi yang realistis dalam mencari peluang. Kewajiban yang harus dijalankan gen Z harus se-konkrit dan sejelas mungkin.  Gen Z menginginkan bukti nyata di balik pernyataan yang kita buat.  Pembelajaran dengan skenario dunia nyata lebih sesuai untuk Gen Z. Tujuannya untuk menunjukkan hal-hal yang mereka pelajari berguna bagi masa depan mereka.

Weconomist
Beberapa tahun ini kita bisa menikmati fenomena “sharing economy”. Salah satu wujudnya antar lain adalah taksi atau ojek online. Bagi Gen Z, memberi dan berbagi sudah melekat pada diri mereka. Gen Z juga melihat perlunya memiliki banyak akal – We-sourceful. 
Konsekuensinya, kita harus bersiap mendidik mereka untuk mengadopsi “kecakapan berbagi” dan  berbagi kecakapan.  Melibatkan mereka dalam aktivitas pembelajaran yang memungkinkan mereka untuk saling berkolaborasi akan lebih sesuai bagi mereka. 

Fear of missing out – Takut melewatkan sesuatu
Generasi Z berusaha untuk selalu terkoneksi. Terkoneksi dengan informasi dan teman sebaya ibarat bernafas bagi generasi Z. Jika tidak terhubung mereka merasa seakan ada yang tidak beres. 
Kebanyakan orang berpikir mereka adalah multitasker. Faktanya,  Gen Z tidak mahir multitasking. Mereka mahir dalam task-switching, yaitu berpindah-pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain dengan mulus dan sering. Karena itu generasi ini mudah teralihkan dengan rentang perhatian pendek รจ kurang mendalam. 

Terpacu 
Satu perbedaan besar antara millennial dan Gen Z adalah Gen Z lebih kompetitif. Gen Z adalah generasi yang sangat terpacu. Sementara millennial merupakan generasi yang sangat kolaboratif. Dengan terpacu Gen Z akan melesat maju. Gen Z terprogram untuk mengambil keputusan secepat kilat. Sulit membayangkan mereka meninggalkan pekerjaan atau keluar dari internet dan mengendapkan dulu sampai besok, membiarkan semua informasi benar-benar meresap.


Setelah mengenal ketujuh ciri di atas, tentunya sebagai orang tua dan pendidik kita juga harus menyesuaikan diri dengan pola belajar mereka. Harapannya tentu saja agar anak-anak Gen Z ini dapat berkembang sebagai mana layaknya dan dapat memaksimalkan potensi mereka seoptimal mungkin.

2 komentar:

  1. Aku baru tahu mengenai gen Z saat baca jurnal yg bahas ttg digital natives. Baru sadar, selama ini salah karena sebut diri milenial ๐Ÿ˜Š๐Ÿ˜Š๐Ÿ˜Š Btw makasih tulisannya Kak, lengkap sekali. Jadi tahu banyak ttg gen Z

    BalasHapus
  2. MasyaAlloh, ga boleh lengah sama perkembangan zaman, yah. Biar bisa menyelaraskan dengan pola pikir generasi baru...

    BalasHapus