Sabtu, 14 September 2019

Terpal Biru Ibu

Oleh : 
Ika Ratnani




Nay berlari-lari melintasi gerbang sekolah. Nafasnya kembang kempis seolah makin lama makin menipis. Tubuh kerempeng miliknya juga sedikit terbungkuk kelelahan. Tanpa disadari, Nay hampir berjalan melewati beberapa guru piket begitu saja. Kalau saja Bu Hayu tidak menegurnya, ia alpa mengucapkan salam.
"Ada apa terburu-buru, Nay?" tanya Bu Hayu.
Sembari tersenyum, Nay menjawab, "Eh maaf..Anu Bu, sedang terpikir sesuatu." Jawab Nay singkat sambil menggaruk kepalanya.
"Waduh seperti menteri negara saja, memikirkan sesuatu keras sekali begitu?" kata Bu Hayu melanjutkan pertanyaannya.
"Hehe..Bu Hayu, Ibu punya terpal?" Nay malah balik bertanya.
Penuh selidik Bu Hayu melempar pertanyaan kembali.
"Untuk apa Nay? Apa mau buat tenda?" Sepertinya Bu Hayu mulai memahami kebingungan Nay, anak didiknya yang kebetulan adalah asuhannya.

Bu Hayu mengenal sosok Nay ini sejak pertama kali ia mengajar di tempat barunya. Nay awalnya seorang pendiam. Sosok yang tak banyak bicara namun hobi mengamati. Kesukaannya itu mendorongnya menjadi siswa terpandai di seluruh angkatannya. Bakat mendengarkan ternyata menjadikannya lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak. Keputusannya sekolah di pusat kota yang jauh dari rumah membuatnya makin mandiri.
"Tidak ada, Nay. Coba tanya ke pembina Pramuka. Sepertinya Bu Hayu pernah melihat." Jawab Bu Hayu kepada Nay.
"Sebetulnya itu tugas Pramuka, Bu. Oh iya Bu, boleh pinjam HP Ibu? Saya mau bilang ibu saya untuk mengantarkan saja," tanya Nay kemudian.
"Oh ya silahkan. Ini dipakai saja, Nay." Bu Hayu menyerahkan gawainya kepada Nay.

Lalu semenit kemudian Nay memencet sebuah nomor di gawai Bu Hayu. Nada sambung terdengar nyaring begitu terjadi sambungan.
"Bu, ini Nay pakai HP Bu Hayu. Ibu, di rumah ada terpal 'kan, Bu?" Tanya Nay begitu ibunya mengangkat telepon.
"Ada, Nduk. Gimana memangnya? Mau buat apa?" Sang ibu menjawab anaknya dengan sabar.
"Ibu tolong antarkan sekarang ya, Bu? Nanti jam dua Nay mau praktek mendirikan tenda pakai terpal, Bu." Lanjut Nay menjelaskan.
"Baiklah. Sebentar Ibu shalat dhuha dulu ya. Setelah itu Ibu antarkan ke sekolahmu. Baik-baiklah belajar Nak." Pesan Ibu Nay sebelum menutup telepon.
"Iya Bu. Terima kasih Ibuu." Wajah ceria Nay kembali hadir sembari menyerakannya kepada Bu Hayu.

Bu Hayu menerima gawainya lalu meminta Nay segera bergegas ke ruang kelas mengikuti kegiatan pembelajaran yang akan segera dimulai.
Memasuki jam istirahat kedua, Nay gelisah. Ibunya tidak kunjung datang. Ia khawatir kegiatan pramuka nanti akan terkena sanksi karena tidak membawa peralatan sesuai instruksi. Beberapa kali Nay mondar mandir di depan gerbang sekolahnya. Lama menanti, ibunya belum datang juga.
Bel tanda masuk berbunyi. Nay terpaksa memasuki kelasnya lagi. Hatinya makin gundah entah kenapa. Setelah menempatkan diri di tempat duduknya, Nay melihat Bu Hayu membuka pintu kelas dan menuju ke arahnya.
"Nay, bisa bicara sebentar?" Tanya Bu Hayu berbisik hingga Nay penasaran.
"Iya Bu. Ada apa ya?" Nay menjawab sopan lalu mengikuti langkah Bu Hayu ke ruang tamu sekolahnya.
"Begini, Nay setelah ini Ibu minta kamu mengemasi tas sekolahmu lalu ikut pamanmu yang sedang menunggu di gerbang sekolah ya?" Bu Hayu menyampaikan pesannya.
Nay bingung, lalu berkata, "Bu, ada apa ini Bu?" Nay merasa takut.
"Nak, sabarlah..ibumu telah berpulang. Di perjalanan tadi ibumu mengalami kecelakaan dan beliau telah menghembuskan nafasnya." Setitik air mata menggenang di pelupuk mata Bu Hayu. Beliau lalu memeluk Nay dengan erat yang kemudian menangis tersedu-sedu.
"Sabarlah, Nay." Hibur Bu Hayu terus kepada Nay.
Dengan langkah gontai, Nay menuju gerbang sekolah menuju tempat pamannya segera pulang ke rumah.
Di pelataran rumahnya, nampak terpal biru yang dibawa ibunya terpasang menutupi tempat penyucian. Di balik terpal biru, jasad ibunya tersenyum seolah mengatakan kepada Nay, "Ibu baik-baik saja Nak. Tegarlah."
Nay lalu terduduk. Kakinya gemetar. Air mata sudah tak kuat ia tahan lagi. Ia menangis sejadi-jadinya. Terpal untum tenda, sekarang ada di depan matanya menaungi jasad ibunya.

#ODOPBatch7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar