TANTANGAN MINGGU KE-8 ODOP BATCH 7
SUSUR RUANG
Setapak jalan yang dilalui Ara,
Mario, dan Kania terasa membakar. Betapa tidak suhu udara di musim kemarau
ditambah adanya badai tropis membuat udara di timur pantai Teluk Penyu itu
begitu tinggi. Baru masuk pintu gerbang benteng saja, Ara sudah berkali-kali
minum putih. Untung saja Ayahnya membekali ketiganya dengan air minum yang cukup.
Sekeliling Benteng Pendem
terlihat lengang. Baru sepertiga hari memang. Ara, Mario, dan Kania segera
bergegas menuju sisi selatan benteng. Beberapa bangunan terlihat baru. Kania
mengambil potret sebelum melangkah bersama kedua sahabatnya. Sekitar lima meter
dari tempat Kania mengambil gambar, ketiganya melihat kanal dengan air yang
berwarna hijau.
“Eh, itu kenapa airnya hijau ya?”
Tanya Kania kepada Ara.
“Entahlah, mungkin ada ganggang
hijau di dasar sungai itu. Hai, Mario ... kenapa diam saja?” Jawab Ara sekenanya
sambil melotot kepada Mario.
“Ah, sudah ... ayo masuk saja.
Tuh lihat, bukit kecil itu benteng. Tingginya sekitar 1 – 3 meter. Keren kan?
Sayang orang Indonesia hanya jadi pekerjanya. Bukan arsiteknya.” Mario lantas
menggaruk-garuk kepalanya sambil terus berjalan.
“Woow ... temboknya tebal sekali
ya.” Ara begitu takjub melihat bangunan benteng setebal lima tapak tangan orang
dewasa itu.
“Jendelanya melengkung. Eh, tapi
serem nih. Coba masuk ke dalam yuk.” Kata Mario memasuki ruang penjara luar.
“Mario, ini bener ruang penjara?
Kok sempit begini? Terbuka juga? Ini sebelahnya malah ruang senjata. Apa
mungkin para penjajah berpikir untuk men-dor
saja tawanan yang akan melarikan diri ya?” Kening Kania berkerut bak
profesor sejarah.
“Yang pasti ruang-ruang ini jadi
saksi sejarah kekejaman bangsa Belanda terhadap bangsa kita, kan. Bu Ndari
pasti ingin kita belajar hal ini.” Pelan namun mendalam perkataan Ara seperti
tersadar akan pelajaran sejarah yang sering membuanya bosan.
“Yuk ... jalan lagi. Di depan ada
bukit memanjang. Pasti benteng juga kan? Luas sekali ya.” Seru Kania penuh
semangat.
---
Ketiganya menelusuri ruang demi
ruang. Meskipun terbersit rasa takut, jiwa petualang mereka menggelegak hingga
ke ubun-ubun. Di samping parit besar yang berdekatan dengan Segara Anakan,
ketiganya bertemu dengan seorang penjaga, Pak Kardi.
“Sedang jalan-jalan, Nak?” Tanya
Pak Kardi santun kepada tiga sahabat.
“Iya, Pak.” Jawab mereka serempak
kepada Pak Kardi.
“Apa kalian memang sengaja ke
sini atau karena ada tugas dari guru kalian?” Lanjut Pak Kardi.
“Kami memang diberi tugas guru
kami untuk mempelajari Benteng Pendem, Pak. Namun, kami takjub melihat
bangunan-bangunan kokoh ini masih bertahan ratusan tahun.” Mario menjawab
dengan sopan.
“Benteng ini bukan satu-satunya,
Nak. Ada beberapa benteng lagi di Karang Bolong sana. Nun jauh di sudut selatan
pulau Nusakambangan. Singgahlah apabila kalian sempat nantinya.” Pak Kardi
menerawang jauh menembus tembok benteng.
“Pak, ruangan di depan situ kok
jendelanya melingkar? Kecil pula. Ruangan apa itu, Pak?” Mario penasaran
melihat susunan bata merah rapi yang berbentuk memanjang di depannya.
“Itu terowongan, Nak. Kalian
berani masuk? Kebetulan di musim kemarau airnya surut. Coba kalian datang di
musim hujan, pasti tubuh kalian tenggelam kalau masuk ke sana.”Pak Kardi
terkekeh melihat ketiga anak kecil di depannya.
“Kami mau masuk, Pak. Apakah
boleh?” Tanya Ara.
“Tentu saja boleh. Bapak akan
mendampingi kalian. Kata orang ada jalan menuju ke pulau seberang, Nak. Ayo
kita berpetualang ke dalamnya.” Senyum Pak Kardi penuh arti.
Ketiga sahabat kemudian memasuki
ruang terowongan. Hawa pengap dan apak air laut memenuhi rongga pernafasan
mereka. Lantai-lantai licin penuh lumpur pun terasa lengket di sepatu kets
mereka. Ara, Mario, dan Kania girang mengikuti langkah Pak Kardi yang
membimbing mereka. Ketika menyalakan lampu senter pada ponsel, tiba-tiba dari
sudut kanan Ara muncul cahaya terang sekali seperti menyambar tubuh. Mereka bahkan
menutup mata karena terlalu silau. Kaki mereka seperti terseret lumpur yang diinjak.
Mereka jatuh dan berguling-guling. Entah apa yang dialami ketiga sahabat itu.
Bersambung Part 3.
#TANTANGAN8_SERI2
#ODOPBATCH7
#THELASTFORTHEBEST
#THELASTFORTHEBEST
Tidak ada komentar:
Posting Komentar