Senin, 04 November 2019

Kesan Di Mataku


KESAN DI MATAKU
Sepenggal kenangan bersama Komunitas ODOP Batch 7

Sejak 9 September 2019 lalu, aku telah bergabung dengan sebuah komunitas menulis yang sangat luar biasa. Hampir selama dua bulan, bersama ratusan peserta lain, aku belajar mengasah diri agar makin serius menulis. Tentunya komunitas ini mewadahi semangat menulis kami untuk bertumbuh bersama dan saling membangun. Belum lagi para pemateri yang level dewa dengan kakak penanggungjawab yang luarbiasa sabar membimbing mengingatkan kami. Inilah sisi lebih dari komunitas ODOP yang membuatku termehek-mehek.

Di awal perjalanan, semangat menggebu membuat ide penulisan mengalir lancar. Beberapa cerita pendek hasil perenungan pun lahir bersama ODOP Batch 7 ini. Namun, tantangan mulai hadir begitu pekerjaan dan keinginan menulis bersinggungan. Belum lagi aplikasi dapodik (data pokok pendidikan) yang selalu meronta-ronta bila tidak diberi perhatian. Crowded otak ini. Akhirnya, di minggu kelima hingga minggu kedelapan, ide mulai mangkrak dan tertinggal di memo ponsel. Untung saja, begitu hari Sabtu, semua mengalir begitu deras. Tantangan demi tantangan terlewati. Jujur saja, babak belur rasanya. Namun, bahagia lebih sering hadir setelah menelurkan berbagai macam tulisan.

Di pekan kedelapan ini, perjuangan dalam ODOP Batch 7 telah berakhir dan ditutup dengan tantangan menulis cerita bersambung dan biografi. Bayangkan, akhir tahun dengan sejuta deadlinenya, ditambah membuat cerita yang berseri sebanyak lima kali. Blank. Untung saja di hari kedua minggu kedepalan, ide akhirnya muncul walaupun belum tereksekusi. Outline yang terbentuk terasa manis, sesuai ekspektasi. Namun, begitu menyusun cerita, tata bahasa yang kugunakan sangatlah baku. Rasanya sulit sekali menulis dengan gaya bahasa gaul seperti penulis lain. Mungkin ini efek dari seringnya menulis kajian non-fiksi.

Komunitas ini juga memperkenalkanku dengan penulis-penulis hebat seperti Mba Dian “Dee” Irum, Mba Jamilah, Mba Rahma, Mas Dwi, Mas Qaidi, Dik Fela, Mba Eka, Mba Dara, Mba Sri Gati, Mba Detin, dan satu lagi Dik Yuli. Khusus yang terakhir ini pernah mengajariku bahasa Sunda yang luar biasa. Sungguh menyenangkan. Kebersamaan hampir dua bulan membuatku takjub dengan karya-karya mereka. Ide-ide sederhana yang diangkat mereka sajikan penuh ketulusan hingga mewujud sebuah tulisan yang menyentuh. Bahkan kadang malu karena masih banyak ilmu yang harus digali sebelum mampu menulis seperti para suhu. Hehe.

Meskipun berakhir, aku meyakini ini adalah langkah awal belajar menulis lebih serius lagi. Setitik air mata bahkan jatuh saat mengenang dua bulan ke belakang. Kakak peje yang baik hati, teman peserta lain yang luar biasa, dan satu lagi, Mba Ceskha yang memperkenalkanku dengan ODOP  (Grup Kairo) menyisakan hangat rindu di dalam kalbu. Teruntuk kak Fathin, kak Cinantya, kak Aulia, Putri, dan kak Sakifah terima kasih untuk semua bimbingannya. Hanya Tuhan yang dapat membalas kebaikan kakak sekalian. Harapan untuk terus belajar bersama, saling menyemangati dan bertumbuh masih hadir di detik-detik ini. Teriring doa dan salam hormat untuk semua Valetters, jangan lupakan si Cubluk dari Nusakambangan ini yaa. Salam hangat untuk semuanya.

Salam Literasi.
Viva Komunitas ODOP

4 komentar:

  1. Terharu saya baca tulisan mbak ika. Luarrr biasa kereennnnn

    BalasHapus
  2. Thank youuu πŸ€—πŸ€—πŸ€—
    Dan setelah sekian lama, aku baru tau kalau mbk Ika dari Nusakambangan 😫😫😫

    BalasHapus
  3. Wow, sweet pokoknya, jadi ikutan terharuπŸ’•πŸ’•πŸ’•

    BalasHapus
  4. Dari Nusakambangan untuk ODOP. Kereeen.

    BalasHapus