KESAN DI MATAKU
Sepenggal kenangan bersama Komunitas ODOP Batch 7
Sejak 9 September 2019 lalu, aku
telah bergabung dengan sebuah komunitas menulis yang sangat luar biasa. Hampir
selama dua bulan, bersama ratusan peserta lain, aku belajar mengasah diri agar
makin serius menulis. Tentunya komunitas ini mewadahi semangat menulis kami untuk
bertumbuh bersama dan saling membangun. Belum lagi para pemateri yang level
dewa dengan kakak penanggungjawab yang luarbiasa sabar membimbing mengingatkan kami. Inilah sisi
lebih dari komunitas ODOP yang membuatku termehek-mehek.
Di awal perjalanan, semangat
menggebu membuat ide penulisan mengalir lancar. Beberapa cerita pendek hasil
perenungan pun lahir bersama ODOP Batch 7 ini. Namun, tantangan mulai hadir
begitu pekerjaan dan keinginan menulis bersinggungan. Belum lagi aplikasi
dapodik (data pokok pendidikan) yang selalu meronta-ronta bila tidak diberi
perhatian. Crowded otak ini. Akhirnya,
di minggu kelima hingga minggu kedelapan, ide mulai mangkrak dan tertinggal di
memo ponsel. Untung saja, begitu hari Sabtu, semua mengalir begitu deras. Tantangan
demi tantangan terlewati. Jujur saja, babak belur rasanya. Namun, bahagia lebih
sering hadir setelah menelurkan berbagai macam tulisan.
Di pekan kedelapan ini,
perjuangan dalam ODOP Batch 7 telah berakhir dan ditutup dengan tantangan
menulis cerita bersambung dan biografi. Bayangkan, akhir tahun dengan sejuta deadlinenya, ditambah membuat cerita
yang berseri sebanyak lima kali. Blank.
Untung saja di hari kedua minggu kedepalan, ide akhirnya muncul walaupun belum
tereksekusi. Outline yang terbentuk terasa manis, sesuai ekspektasi. Namun,
begitu menyusun cerita, tata bahasa yang kugunakan sangatlah baku. Rasanya sulit
sekali menulis dengan gaya bahasa gaul seperti penulis lain. Mungkin ini efek
dari seringnya menulis kajian non-fiksi.
Komunitas ini juga
memperkenalkanku dengan penulis-penulis hebat seperti Mba Dian “Dee” Irum, Mba
Jamilah, Mba Rahma, Mas Dwi, Mas Qaidi, Dik Fela, Mba Eka, Mba Dara, Mba Sri
Gati, Mba Detin, dan satu lagi Dik Yuli. Khusus yang terakhir ini pernah mengajariku
bahasa Sunda yang luar biasa. Sungguh menyenangkan. Kebersamaan hampir dua
bulan membuatku takjub dengan karya-karya mereka. Ide-ide sederhana yang
diangkat mereka sajikan penuh ketulusan hingga mewujud sebuah tulisan yang
menyentuh. Bahkan kadang malu karena masih banyak ilmu yang harus digali
sebelum mampu menulis seperti para suhu. Hehe.
Meskipun berakhir, aku meyakini
ini adalah langkah awal belajar menulis lebih serius lagi. Setitik air mata
bahkan jatuh saat mengenang dua bulan ke belakang. Kakak peje yang baik hati,
teman peserta lain yang luar biasa, dan satu lagi, Mba Ceskha yang
memperkenalkanku dengan ODOP (Grup
Kairo) menyisakan hangat rindu di dalam kalbu. Teruntuk kak Fathin, kak Cinantya, kak Aulia, Putri, dan kak Sakifah terima kasih untuk semua bimbingannya. Hanya Tuhan yang dapat membalas kebaikan kakak sekalian. Harapan untuk terus belajar
bersama, saling menyemangati dan bertumbuh masih hadir di detik-detik ini. Teriring doa
dan salam hormat untuk semua Valetters, jangan lupakan si Cubluk dari
Nusakambangan ini yaa. Salam hangat untuk semuanya.
Salam Literasi.
Viva Komunitas ODOP
Terharu saya baca tulisan mbak ika. Luarrr biasa kereennnnn
BalasHapusThank youuu π€π€π€
BalasHapusDan setelah sekian lama, aku baru tau kalau mbk Ika dari Nusakambangan π«π«π«
Wow, sweet pokoknya, jadi ikutan terharuπππ
BalasHapusDari Nusakambangan untuk ODOP. Kereeen.
BalasHapus