Tulisan ini diperoleh dari hasil BIMTEK EDS.
Saat ini masih relevan dengan kebutuhan Pembangunan Karakter siswa.
MEMBANGUN KULTUR SEKOLAH YANG POSITIF
A. Pendahuluan
Salah satu faktor penentu
keberhasilan penyelanggaraan proses pendidikan adalah kultur yang dibangun
dengan baik. Kultur sekolah yang baik akan meningkatkan mutu pendidikan baik
dalam bidang akademik maupun non akademik. Bulach, Malone dan Castleman (1994)
telah melakukan penelitian yang dilakukan di 20 sekolah dan menemukan bahwa
perbedaan kultur sekolah berhubungan erat dengan perbedaan prestasi siswa. Hal
ini berarti bahwa sekolah yang berhasil membangun dan memberikan kultur yang
baik akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi dan tidak hanya bernilai
akademik tapi juga menghasilkan kultur dengan nilai-nilai kemanusiaan yang
lebih baik, berbudaya, berahlak dan berbudi pekertiluhur.
B. Pengertian
Kultur sekolah adalah
budaya sekolah yang menggambarkan pemikiran-pemikiran bersama (shared ideas),
asumsi-asumsi (assumptions), nilai-nilai (values), dan keyakinan
(belief) yang dapat memberikan identitas (identity) sekolah yang
menjadi standar perilaku yang diharapkan (Zamroni, 2009).
C. Mengapa
Kultur Sekolah yang Positif Perlu Dikembangkan
Kultur sekolah memegang
peranan penting dalam peningkatan mutu karena memiliki fungsi, yaitu:
1. Sebagai
alat untuk membangun identitas (jati diri).
2. Kultur
sekolah akan mendorong warga sekolah untuk memiliki komitmen yang
3. tinggi.
4. Kultur
sekolah akan mendorong terbentuknya stabilitas dan dinamika sosial yang
berkualitas. Hal ini penting agar lingkungan sekolah menjadi kondusif tidak
terganggu oleh konflik yang akan menghambat peningkatan mutu pendidikan.
5. Kultur
sekolah akan membangun keberartian lingkungan yang positif bagi warga sekolah.
D. Kultur
Sekolah Positif yang Perlu Dikembangkan
Setidaknya ada tiga kultur yang
perlu dikembangkan di sekolah, yaitu kultur akademik, kultur budaya, dan kultur
demokratis. Ketiga kultur ini harus menjadi prioritas yang melekat dalam
lingkungan sekolah.
- Kultur
akademik memiliki ciri pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan, dan
opini didukung dengan dasar akademik yang kuat. Artinya merujuk pada teori,
dasar hukum, dan nilai kebenaran yang teruji, bukan pada popularitas
semata atau sangkaan yang tidak memiliki dasar empirik yang kuat. Ini
berbeda dengan kultur politik. Jadi guru, kepala sekolah, dan siswa selalu
berpegang pada pijakan teoritik dalam berpikir, bersikap dan bertindak
dalam kesehariannya. Kultur akademik tercermin pada kedisiplinan dalam
bertindak, kearifan dalam bersikap, serta kepiawaian dalam berpikir dan
berargumentasi.
- Kultur
budaya tercermin pada pengembangan sekolah yang memelihara, membangun, dan
mengembangkan budaya bangsa dan nilai-nilai yang positif dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Selain itu, sekolah terus
mengembangkan seni tradisi yang berakar pada budaya nusantara yang
dikreasi untuk dikemas dengan modernitas dengan tetap mempertahankan
keasliannya.
- Kultur
demokratis menampilkan corak berkehidupan yang mengakomodasi perbedaan
untuk secara bersama membangun kemajuan. Kultur ini jauh dari pola
tindakan disksriminatif dan otoritarianisme. Warga sekolah selalu
bertindak objektif, transparan, dan bertanggungjawab.
Positive vs. Toxic Culture |
|
Positive Culture |
Toxic Culture |
· Widely shared sense of Purpose · Norm of continuous learning and
improvement purpose · Collaborative collegial relationships · Opportunities for staff reflection,
collective inquiry, and sharing practice |
· Lack of a clear sense of purpose · Norms that reinforce inertia or
resistance to change · Collaboration restricted s · Staff “cliques” that work against
building relationship |
School
Culture and Professional Learning |
|
The most positive school culture values |
Toxic Culture |
·
Staff members
who help lead their own development ·
Well-defined
improvement plans ·
Variety in
learning experiences |
·
Positive
experiences are attacked · Attempts to share new ideas are ridiculed |
E. Membangun
Kultur Sekolah yang Positif
Pembangunan pendidikan/sekolah
terberat justru terletak pada membangun kultur positif sekolah yang selain
membutuhkan dana materil yang tidak sedikit, akan tetapi membutuhkan daya tahan
kesabaran, keuletan, persisistensi, dan konsistensi dari seluruh pemangku
kepentingan di sekolah yaitu guru, kepala sekolah, orang tua, dan pemerintah
daerah.
Dalam membangun kultur,
sekolah tidak dapat berdiri sendiri tetapi memerlukan kerjasama dengan mitra
kerjanya yaitu orang tua siswa, komite sekolah dan para pemangku kepentingan
lainnya.
Sekolah harus menjadi learning
organization yang melakukan pembelajaran untuk mencapai apa yang
diinginkan, yakni dengan mengajak semua warga sekolah mengembangkan sistem dan
pola berpikir yang lebih baik. Selain itu sekolah harus perlu melakukan
evaluasi diri agar untuk menjadi dasar perencanaan untuk membangun kultur yang
tepat sesuai dengan kondisi nyata.
Yang paling berat dalam membangun kutur adalah kesediaan
bertindak menampilkan keteladanan yang seyogyanya mulai dari pimpinan teratas.
Kepala sekolah harus menjadi teladan guru dan pegawai, guru menjadi teladan
siswa, serta orangtua bersedia menjadi teladan anaknya. Camat, Bupati, Ketua
DPRD juga harus menjadi sosok teladan
yang bertindak adil, transparan, objektif bagi sekolah.
Kultur
sekolah dapat dibangun dengan dua cara yaitu melalui proses pembiasaan dan menjadikan
pembiasaan tersebut menjadi sebuah sistem.
- Pembiasaan
Pada pembiasaan semua
tingkal laku yang bernilai kemuliaan tersebut masih berupa tindakan yang
memerlukan arahan, kontrol dan penyadaran dari orang lain. Contoh cara-cara
yang bisa dilakukan sekolah dalam membentuk pembiasan adalah:
1. Sekolah
menciptakan induk tata tertib (induk tata tertib adalah sebuah pola pengaturan
terpadu yang mengkaitkan segala macam tata tertib yang mengatur pembagian tugas
di sekolah),
2. Pembudayaan
sopan santun,
3. Membangun
kesadaran siswa,
4. Dll.
- Mengubah pembiasaan menjadi sistem
Untuk bisa melestarikan
pembiasaan dan mengubahnya menjadi sistem ada
beberapa contoh cara yang
bisa ditempuh.
a. Mengaplikasikan
jiwa keteladanan
Jiwa keteladanan yang
harus teramati adalah adalah dari orang-orang penting di sekolah seperti kepala
sekolah, wakil kepala sekolah dan guru-guru senior tanpa kecuali tokoh-tokoh
tersebut harus berperan aktif bagi terciptanya system bertingkah laku terpuji
di sekolah.
b. Menciptakan
sekolah sebagai wawasan wiyata mandala
Wawasan wiyata mandala
adalah lingkungan kehidupan sekolah yang bercorak edukatif yang diposisikan dalam
sentral kehidupan, menjadi poros utama yang harus dipedomani dalam bertingkah
laku.
c. Aplikasi
sistem penghargaan dan hukuman dilakukan secara konsisten.
d. Berbagai
hal yang berkaitan dengan penyimpangan dalam tugas dipetakan sehingga teramati
oleh semua warga sekolah untuk dilakukan perbaikan.
Lickona (1998: 53)
menyebutkan sebelas prinsip yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai (membentuk
budaya positif) sebagai berikut.
1. Memromosikan
nilai-nilai pritoritas atau inti (seperti sifat peduli, tulus (honesty),
jujur (fairness), bertanggung jawab, terbuka, rasa hormat kepada diri
sendiri dan orang lain) dan mendukung implementasi nilai-nilai tersebut sebagai
dasar bagi karakter yang baik.
2. Mendefinisikan
'karakter' secara komprehensif yang meliputi aspek pemikiran, perasaan, dan
perilaku.
3. Menggunakan
pendekatan yang komprehensif, mendalam, dan proaktif terhadap implementasi dan
pengembangan karakter.
4. Menciptakan
komunitas sekolah yang peduli.
5. Memberikan
peluang kepada para siswa untuk melakukan tindakan moral.
6. Menyusun
kurikulum yang bermakna dan menghargai semua siswa, mengembangkan karakter
mereka, dan membantunya untuk mencapai keberhasilan.
7. Berusaha
keras untuk memelihara motivasi diri para siswa.
8. Melibatkan
semua warga sekolah sebagai komunitas belajar dan moral yang bersama-sama
bertanggung jawab terhadap implementasi dan pengembangan karakter, dan berusaha
untuk mentaati nilai-nilai prioritas atau inti yang sama yang akan menjadi
teladan bagi para siswa.
9. Memelihara
kepemimpinan moral secara bersama-sama dan mendukung inisiatif pendidikan
karakter.
10. Melibatkan
anggota keluarga dan masyarakat sebagai patner dalam usaha membangun karakter.
11. Menekankan
karakter sekolah dan menempatkan komponen sekolah (kepala sekolah, guru, dan
karyawan) berfungsi sebagai guru dan teladan bagi pembentukan karakter, hingga
sampai kepada para siswa dalam mewujudkan karakter yang baik.
Proses
yang efektif untuk membangun budaya sekolah adalah dengan melibatkan dan
mengajak semua pihak atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama memberikan
komitmennya. Keyakinan utama dari pihak sekolah harus difokuskan pada usaha
menyemaikan dan menanamkan keyakinan, nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan
yang merupakan harapan setiap pemangku kepentingan tersebut. Untuk itu,
pimpinan sekolah, para guru, dan karyawan, harus fokus pada usaha
pengorganisasian yang mengarah pada budaya postif yang dibangun.
Pertama, menetapkan peran yang
harus dimainkan oleh pimpinan sekolah, guru, dan komunitas sekolah melalui
komunikasi yang terbuka dan kegiatan-kegiatan akademik yang dapat memberikan
layanan terbaik terhadap harapan dan kebutuhan komunitas sekolah tertentu
(siswa).
Kedua, menyusun mekanisme
komunikasi yang efektif, seperti misalnya dengan melakukan pertemuan rutin
(mingguan atau bulanan) di antara pimpinan sekolah, guru, dan karyawan; pihak
sekolah dengan mitra, seperti dengan perguruan dengan atau organisasi profesi
tertentu; pihak sekolah dengan orang tua/wali; dan pihak sekolah dengan
pemerintah.
Ketiga, melakukan kajian bersama
untuk mencapai keberhasilan sekolah, misalnya melalui pertemuan dengan
sekolah-sekolah tertentu yang telah berhasil atau sekolah unggulan, atau dengan
melakukan studi banding.
Keempat, melakukan visualisasi
visi dan misi sekolah, keyakinan, nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang
diharapkan sekolah.
Kelima, memberikan
pelatihan-pelatihan atau memberikan kesempatan kepada semua komponen sekolah
untuk mengikuti berbagai pelatihan atau pengembangan diri, yang mendukung
terwujudnya budaya sekolah yang diharapkan.
Shaping Positive School Culture |
|
commitment
to staff and student learning
through
collaborative activities
quality
professional development opportunities
replacing
negative stories with concrete positive results |
F.
Penutup
Sekolah sebagai sebuah
lembaga pendidikan seyogyanya memiliki kultur sekolah yang positif agar secara
terus menerus dapat meningkatkan mutunya. Kultur sekolah yang positif akan
menyemaikan nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan sehingga sekolah benar-benar
dapat menjadi agen perubahan untuk menjadikan manusia Indonesia yang utuh,
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berahlak mulia, sehat,berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Kultur sekolah harus
dibangun berlandaskan visi, misi dan tujuan sekolah dengan menerapkan manejemen
partisipatif dan terbuka sehingga benar-benar dipahami dan dihayati oleh
seluruh warga sekolah dan para pemangku kepentingan sehingga dapat diimplemntasikan
secara ikhlas dan konsisten untuk mencapai cita-cita yang telah ditetapkan
dalam visi dan tujuan sekolah.
Jika diimplementasikan
dengan baik dan konsisten, kultur sekolah dapat meningkatkan kualitasnya secara
terpadu untuk kepuasan peserta didik, orangtua siswa dan masyarakat secara
keseluruhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar