Minggu, 22 November 2020

KISAH DARI CALON GURU PENGGERAK - 1


PENGALAMAN SEJUTA RASA DALAM SELEKSI GURU PENGGERAK

oleh : Ika Ratnani



Gambar 1. Ilustrasi Guru Penggerak

Awal tahun 2020 saya mendapatkan informasi tentang seleksi guru penggerak. Pak Suparno ketua MGMP IPA Kabupaten Cilacap yang kebetulan adalah rekan satu kantor, mendorong saya untuk mengikuti kegiatan seleksi guru penggerak tersebut. Perasaannya saya tidak pede alias percaya diri tentunya. Apalagi pengalaman mengajar saya masih sedikit, posisi saya di sekolah yang baru tahun ketiga mutasi juga membuat saya berpikir berulang kali. Saya galau. Hampir mendekati batas akhir pendaftaran akhirnya saya putuskan untuk mendaftar. Tentunya dengan perasaan deg-degan dan rasa tidak percaya diri. Tergiur oleh adanya rasa penasaran adanya pendidikan selama 9 bulan, akhirnya saya mengirim kurikulum vitae dan mendaftar pada laman guru penggerak di hari terakhir pendaftaran.

            Proses pengisian kurikulum vitae dan esai tahap seleksi awal sebetulnya sudah luar biasa. Rekam jejak kegiatan selama 2 atau 3 tahun ke belakang dipaparkan dan ditanyakan secara terinci di dalam item-item pertanyaan yang ada. 19 pertanyaan yang ada akhirnya dapat saya jawab dengan lancar meskipun harus berpikir keras. Namun setidaknya ada kepuasan ketika saya menerima pemberitahuan lolos mengikuti tahap berikutnya yaitu, tes bakat skolastik, tes simulasi mengajar, dan tes wawancara.

        Lama saya tidak belajar tentang tes kemampuan dasar seperti antonim, sinonim, bahkan kemampuan matematika dasar dan logika, akan tetapi pada saat mengerjakan Tes Bakat Scholastik pertanyaan yang diberikan memang terkait dengan aktivitas saya sebagai guru. Jadi, perasaan saya masih tenang-tenang saja. Nothing to lose. Lolos ya syukur, tidak lolos kebangetan. Hahaha. Saya masih bisa tertawa karena tes yang satu ini membuat saya tersadar bahwa saya sudah lama tidak belajar kemampuan-kemampuan dasar. Saya cukup bersemangat untuk bertanya dan berdiskusi dengan Ibu Harini guru matematika senior di kantor saya. Kata beliau, "Terkadang ada langkah logis tanpa perlu mengetahui rumus matematikanya, Mbak." sembari memberikan semangat bagi saya. 

Selanjutnya, proses seleksi yang paling mendebarkan adalah tes simulasi mengajar dan wawancara. Bisa dibayangkan dalam waktu 8 menit saya harus selesai menyampaikan proses pembelajaran secara utuh dari pendahuluan, penyampaian materi atau isi, dan penutup. Belum lagi, simulasi mengajar yang dilakukan tidak menghadirkan siswa sama sekali, saya hampir kebingungan untuk mempersiapkan tes simulasi mengajar ini. Muka saya hampir penuh kerutan berpikir keras membayangkan seperti apa nantinya. 

Namun pada malam sebelumnya, saya berusaha mempersiapkan beberapa bahan pembantu seperti kertas kalender bekas yang saya tuliskan konsep-konsep dasar, juga  beberapa tabel yang saya persiapkan untuk bahan diskusi. Ternyata persiapan ini sangat membantu mengorganisasikan waktu selama 8 menit untuk mensimulasikan proses pembelajaran secara singkat. Bahkan tanggapan dari asesor cukup baik karena waktu simulasi yang saya laksanakan bisa tepat waktu bahkan dapat dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.

Tes berikutnya adalah wawancara. Proses wawancara ini berlangsung secara online dan awalnya sangat mendebarkan karena baru pertama kali saya lakukan. Melihat wajah asesor yang pandai membuat hati saya berdebar kencang dan salah tingkah. Melihat saya yang grogi, Asesor pertama yang mewawancarai kemudian mengajak saya mengobrol dan memberikan pertanyaan sehingga saya rileks. Tanpa terasa durasi satu setengah jam dapat dilalui dengan menyenangkan. Tentunya proses wawancara ini ini betul-betul menggali apa yang telah dilakukan selama 2 – 3 tahun terakhir sesuai dengan tes esai di tahap awal.

 


Gambar 2. Lokakarya ke-1 Pendidikan Guru Penggerak di Fave Hotel, Cilacap
tanggal 14 November 2020

Saat ini proses pendidikan guru penggerak masih berlangsung, baru 4 minggu dari pembahasan modul demi modul. Sejujurnya saya masih kesulitan untuk memahami filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantoro secara utuh. Bahkan setelah saya membaca mengikuti arahan pendamping, paparan fasilitator, dan penyampaian materi oleh instruktur, ada banyak pertanyaan muncul yang kemudian membuat saya gelisah. Apakah merdeka belajar yang saya terapkan sudah sesuai? Atau masih berorientasi hanya transfer of knowledge saja?. Sejuta perasaan kembali bergolak. Saya gelisah.

Sebagai seorang guru tentunya sudah banyak gerakan merdeka belajar yang saya lakukan, akan tetapi beberapa di antaranya belum berpusat pada murid. Langkah ke depan yang akan saya lakukan adalah terus belajar membekali diri, mengeksplorasi kegiatan pembelajaran yang bervariasi, dan belajar berkolaborasi agar proses merdeka belajar ini juga bisa menginspirasi orang lain lebih mengutamakan murid. Saya juga berharap dapat melakukan pelayanan terbaik bagi siswa dan juga mereka lebih merasakan kemerdekaan dalam belajarnya. Semoga kegelisahan saya bisa terobati dengan berbagi cerita. Cerita di awal Pendidikan Guru Penggerak yang penuh rasa dan makna.

Salam bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar